Pakaian Adat dan Personal "Branding" Jokowi

id pakaian adat presiden, hutr ri ke-72

Pakaian Adat dan Personal "Branding" Jokowi

Presiden Joko Widodo (kanan) bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo menyapa tamu undangan usai upacara peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Ri di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (17/8/2017). (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

...Bukan sesuatu yang baru, namun menghidupkan yang sudah lama tertidur...
Jakarta (ANTARA Lampung) - Kemunculan Jokowi dengan pakaian adat tatkala menyampaikan pidato di depan sidang MPR hingga saat perayaan Hari Ulang Tahun Ke-72 Kemerdekaan RI menjadi pesan simbolik yang penuh makna.

Presiden tampak sangat ingin menggunakan momentum penting tersebut untuk menyampaikan pesan keberagaman kepada masyarakat yang lebih luas.

Mantan Gubernur DKI itu juga terlihat sangat menyadari bahwa momentum-momenentum penting itu akan menjadi saat yang paling efektif untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat di semua lapisan.

Pada saat-saat itulah, ratusan juta pasang mata masyarakat Indonesia akan terpusat padanya sehingga pesan yang ia sampaikan secara visual hampir lebih mudah diterima, bahkan dibandingkan pidato verbal yang ia sampaikan.

Maka pakaian adat Bugis, Makassar, yang ia kenakan saat pidato hingga baju adat Tanah Bumbu, Batu Licin, Kalimantan Selatan, menjadi instrumen tersendiri bagi Presiden untuk menyampaikan pesan keberagaman.

Ide orisinal mengenai "dress code" baju adat dalam acara-acara penting itu menjadi salah satu terobosan yang sejatinya bukan baru.

Namun Jokowi seperti paham benar bahwa ide orisinal dan biasa itu bisa menjadi "out of the box" ketika diterapkan pada momentum yang tepat.

Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin mengatakan Presiden Jokowi memang menginginkan ada sesuatu yang berbeda saat perayaan HUT Ke-72 kemerdekaan RI.

"Presiden sendiri yang berinisiatif untuk memakai baju adat, dia sendiri juga memilih dari daerah mana," katanya.

Tidak hanya itu, dalam undangan untuk perayaan HUT Ke-72 Kemerdekaan RI di Istana, juga dicantumkan "dress code", "Pakaian Tradisional Formal".

"Jadi diharapkan tamu undangan mengenakan baju adat dari daerah asalnya masing-masing," katanya.

Pesan Simbol Politik pakaian adat menjadi cara Jokowi untuk menyampaikan pesan simbol.

Dalam sosiologi modern, George Herbert Mead pernah mengemukakan Teori Interaksionisme Simbolik yang kerap disebut sebagai bagian dari Mahzab Chicago.

Dalam terminologi yang dipikirkan Mead, setiap isyarat nonverbal dan pesan verbal yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk simbol yang mempunyai arti yang sangat penting.

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang lain, demikian pula perilaku orang tersebut.

Melalui pemberian isyarat berupa simbol, maka seseorang dapat mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan oleh orang lain.

Maka, upaya Presiden Jokowi untuk menggunakan dirinya sebagai penyampai pesan simbolik memiliki sejumlah makna penting, di antaranya untuk mengingatkan seluruh elemen bangsa tentang betapa beragamnya Indonesia.

Presiden juga ingin agar konflik keberagaman yang sempat terjadi dalam beberapa waktu terakhir disudahi.

Perintis Gerakan Damai Nusantara Jappy M. Pellokila menilai Presiden tampak ingin menunjukkan sisi lain dari kecintaan pada Tanah Air dan budaya bangsa dengan cara menampilkan unsur-unsur budaya nusantara.

"Pakaian adat adalah unsur-unsur budaya nusantara yang 'value-nya' sangat tinggi. Perlu dilanjutkan pada perayaan nasional lainnya. Tak hanya pada Sumpah Pemuda atau Hari Kartini," katanya.

Personal "Branding" Kepiawaian Jokowi dalam mengemas dirinya agar semakin memiliki daya jual tinggi kian tampak kuat dalam penampilannya di dua ajang penting tersebut.

Personal "branding" Jokowi terkerek naik manakala terselip acara pemberian penghargaan bagi siapapun tamu undangan yang mengenakan busana adat terbaik.

Masyarakat pun semakin merasa diapreasiasi daya kerjanya untuk memilih mengenakan pakaian adat terbaiknya.

Sepeda Jokowi pun menjadi instrumen personal "branding" lain yang saat ini kian menjadi kekinian.

Hadiah sepeda Jokowi menjadi topik populer yang tak henti diinginkan dan dibicarakan karena dalam setiap kesempatan Jokowi selalu menggunakannya sebagai "reward" kepada masyarakat.

Pun demikian bagi mereka yang menjadi tamu undangan berbusana terbaik ketika upacara penurunan bendera di Istana.

Bahkan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian yang memilih mengenakan pakaian adat Papua saat upacara detik-detik proklamasi di Istana pun menjadi salah satu yang mendapatkan hadiah sepeda Presiden Jokowi.

"Sebenarnya enggak mengharap juara, hanya 'fun' saja, untuk merayakan, meramaikan, dan menyampaikan bahwa Indonesia demikian kaya. Sepertinya tidak ada negara lain yang sekaya Indonesia dalam hal adat dan budaya, tidak ada negara yang sekaya negara kita," katanya.

Maka baju adat menjadi terminologi kebersatuan yang ingin disampaikan Jokowi sekaligus meningkatkan citra "branding-nya" untuk mengangkat ide orisinal tersebut.

Bukan sesuatu yang baru, namun menghidupkan yang sudah lama tertidur!