Presiden Jokowi: Tidak Ada Kekuasaan Absolut

id presiden jokowi

Presiden Jokowi: Tidak Ada Kekuasaan Absolut

Presiden Joko Widodo (ANTARA /M Agung Rajasa)

Cikarang, Bekasi (ANTARA Lampung) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa di Indonesia saat ini tidak ada kekuasaan absolut atau kekuasaan mutlak, karena ada pers/media, LSM.

"Perlu saya sampaikan bahwa saat ini tidak ada kekuasaan absolut atau kekuasaan mutlak. Kan ada pers, ada media, ada juga LSM, ada juga yang mengawasi di DPR. Pengawasannya kan dari mana-mana, rakyat juga bisa mengawasi langsung," kata Presiden Joko Widodo di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Jumat.

Pernyataan itu merespon pesan dari Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono mengenai para pemegang kekuasaan tidak boleh menyalahgunakan kekuasaannya tanpa batas.

"Power must not go unchecked. Artinya kami harus memastikan bahwa penggunaan kekuasaan oleh para pemegang kekuasaan tidak melampaui batas, sehingga tidak masuk apa yang disebut 'abuse of power'. Banyak pelajaran di negara ini, manakala penggunaan kekuasaan melampaui batasnya masuk wilayah abuse of power, maka rakyat menggunakan koreksinya sebagai bentuk koreksi kepada negara," kata SBY di Hambalang, Bogor, Jawa Barat pada Kamis (27/7).

Presiden Jokowi pun menilai bahwa tidak ada kekuasaan absolut di Indonesia termasuk saat pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

"Dan juga perlu saya sampaikan, perppu itu kan produk undang-undang, dan dalam mengeluarkan Perppu kan juga ada mekanismenya. Setelah Presiden mengeluarkan Perppu, kan ada mekanisme lagi di DPR dan di situ ada mekanisme yang demokratis, ada fraksi-fraksi entah setuju dan tidak setuju artinya sekarang tidak ada kekuasaan absolut atau mutlak, (kekuasaan absolut) dari mana? Tidak ada," tegas Presiden.

Presiden pun menilai pihak-pihak yang menyampaikan bahwa ada kekuasaan absolut di negara ini adalah suatu pernyataan yang berlebihan.

"(Pernyataan itu) sangat berlebihan, apalagi setelah di dewan nanti ada proses lagi, kalau tidak setuju bisa ke MK, iya kan? Kita ini kan negara demokrasi sekaligus negara hukum, jadi proses-proses itu sangat terbuka sekali. Kalau ada tambahan demo juga tidak apa-apa, jadi jangan dibesar-besarkan hal yang sebetulnya tidak ada," jelas Presiden.

Terkait pertemuan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Soebianto, Presiden menilai hal itu adalah pertemuan biasa.

"Pertemuan tokoh-tokoh, pertemuan partai saya kira biasa-biasa saja, sangat baik. Tapi perlu saya sampaikan bahwa sebagai bangsa kita sudah menyepakati secara demokratis untuk menyelesaikan setiap perbedaan, setiap permasalahan dengan musyawarah dan mufakat," ungkap Presiden.

Perppu No 2 tahun 2017 adalah perubahan atas UU No 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).

Perppu Ormas itu diterbitkan karena pemerintah menilai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tidak lagi memadai dalam mencegah meluasnya ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Dampak dari perppu ini adalah Kementerian Hukum dan HAM memiliki kewenangan untuk mencabut atau membatalkannya status hukum dari ormas yang dinilai bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 termasuk pencabutan badan hukum ormas Hizbut Tharir Indonesia (HTI) mulai 19 Juli 2017.