Liu Xiaobo, Si Penulis Piagam 08

id Liu Xiaobo, China, Nobel, perdamaian

Liu Xiaobo, Si Penulis Piagam 08

Tokoh pembangkang China dan peraih Hadiah Nobel Perdamaian 2010 Liu Xiabao (hrw.org)

Shenyang (Antara/Reuters) -  Liu Xiaobo adalah penulis manifesto pro demokrasi yang disebut Piagam 08, yang menarik lebih dari 10.000 tanda tangan dalam jaringan (daring) sebelum pihak berwenang menghapus dokumen dari halaman internet dan ruang obrolan.
         
Dia dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada 2010, setahun setelah dia dijatuhi hukuman 11 tahun penjara karena penghasutan subversif.
        
Piagam 08, yang dikeluarkan pada 2008, mencerminkan pergeseran nyata di China pada saat itu untuk menjadi lebih terbuka terhadap cita-cita liberal, ujar sejarawan dan pengamat politik asal Beijing Zhang Lifan. Hal itu berubah saat Presiden Xi Jinping berkuasa pada 2013.
        
"Sejak (Liu) dijatuhi hukuman, transformasi damai sebagai rute perubahan pada dasarnya telah ditolak oleh partai. Semenjak pemerintahan baru mulai berjalan, partai tersebut bergerak ke arah yang berlawanan," ujarnya.
        
Hua Jia, seorang pembangkang dan teman Liu yang terkenal di Beijing mengatakan, beberapa orang di China tahu mengenai Liu maupun pekerjaannya.
        
"Masyarakat China, akibat penyensoran internet dan terputus dari belahan dunia lainnya, pada dasarnya tidak dapat mendengar dari suara-suara pembangkang kami. Suara protes di Weibo hampir tidak ada akhir-akhir ini," ujar Hu.
        
Carl von Ossietzky, seorang aktivis perdamaian yang meninggal 1938 di Berlin, era Nazi Jerman, adalah pemenang Hadiah Nobel Perdamaian terakhir untuk menjalani hari-hari terakhirnya di bawah pengawasan negara.
        
Sementara penyensoran China mempersulit untuk menilai dukungan Liu, banyak kaum liberal di China menganggap Liu sebagai 'pahlawan'. Bahkan jika ada beberapa orang yang mau berbicara untuknya, seorang editor China di sebuah publikasi online menolah disebutkan identitasnya.
        
"Saya benar-benar tidak yakin apakah akurat untuk mengklaim bahwa dia tidak diketahui oleh publik, (atau jika) masyarakat terlalu takut untuk menunjukkan apa yang mereka ketahui (tentang Liu)," ujar editor tersebut.
        
Meski ada beberapa batasan tertentu, poster-poster internet telah menuliskan dukungannya untuk Liu dengan menggunakan variasi dari namanya untuk menghindari sensor.
        
"Ketika bicara mengenai kebebasan, sampai pada pemerintahan konstitusional, kita telah terlalu banyak berbicara, sekarang kita perlu bertindak," kata salah satu komentar di Weibo.
        
"Situasi Liu Xiaobo masih mengkhawatirkan, tapi kita memerlukan orang untuk bertindak, berani menghadapi risiko kematian dan tindakan," lanjutnya.
      
Postingan tersebut menggerakan hal yang ditulis Liu pada April 1989 saat dia kembali dari studi di AS untuk ambil bagian dari gerakan pro demokrasi di Tiananmen Square: para intelektual seringkali 'hanya bicara', mereka 'tidak berbuat'.
         
"Dia pergi, tetapi kami tidak dapat melihat, tidak dapat berbicara, tidak dapat bertindak," sebut sebuah artikel yang dibagikan sebagai gambar di media WeChat.
        
Dalam artikel tersebut, tiga orang yang lahir di tahun 1980-an diwawancarai Liu.
       
"Saya akan melihat dia sebagai simbol yang sangat penting, (tetapi) orang seperti dia gagal mendapatkan perhatian dari rakyat biasa, dan mengingat keadaannya sebagai tahanan, tidak banyak yang bisa dikatakan," ujar seseorang yang diketahui sebagai L dalam artikel tersebut.
       
Albert Ho, yang mengepalai Aliansi Hong Kong yang mengorganisir unjuk rasa atas dukungan Liu mengatakan usaha China untuk menghapus Liu dari ingatan masyarakat akan gagal.
        
"Jangan meremehkan kekuatan internet...Dan jangan remehkan masyarakat. Saya telah melihat banyak peristiwa dimana tiba-tiba sang pahlawan terdegradasi menjadi iblis dan iblis tersebut menjadi pahlawan," ujarnya, merujuk pada pergeseran sebelumnya dalam sistem politik China.

ANTARA/REUTERS
A Ahdiat