FSGI nyatakan sekolah sita ponsel siswa karena belum bayaran

id fsgi

 FSGI nyatakan sekolah sita ponsel siswa karena belum bayaran

Sekjen FSGI, Retno Listyarti (edunews.id)

Penyitaan ponsel dilakukan oleh oknum guru KS (yang juga melakukan kekerasan verbal terhadap Amelya Nasution dan lima siswi lain yang disuruh jual diri) pada AS...
  
Jakarta,  (ANTARA Lampung)- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menerima laporan mengenai penyitaan telepon seluler siswa di SMKN 3 Padang Sidempuan, Sumatera Utara  karena belum membayar uang iuran Pelajaran Pengelolaan Usaha (PU) sebesar Rp400.000.

"Penyitaan ponsel dilakukan oleh oknum guru KS (yang juga melakukan kekerasan verbal terhadap Amelya Nasution dan lima siswi lain yang disuruh jual diri) pada AS," ujar Sekjen FSGI, Retno Listyarti, di Jakarta, Rabu.

 AS menjelaskan bahwa ponsel disita sebagai jaminan agar kartu legitimasi ujiannya keluar dan dia dapat mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).

FSGI juga kembali mendapatkan laporan  terkait kasus meninggalnya Amelya Nasution, siswi SMKN 3 Padang Sidempuan jurusan Tata Busana yang tewas bunuh diri setelah mendapat kekerasan verbal dari gurunya.

Amel  lahir di Padang Sidempuan tanggal 11 April 1998 itu, tewas setelah minum racun tanaman dan mendapat perawatan di rumah sakit.  Amel bunuh diri setelah diintimidasi oknum guru karena mengunggah kebocoran Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) di media sosial.

Amel kemudian diancam dengan UU ITE dengan tuntutan penjara dan denda Rp750 juta.

Menurut para guru dan kawan-kawannya, Amel adalah anak yang periang, tekun dan gigih, bahkan Amel setiap hari bekerja menjahit sepulang sekolah demi mencukupi biaya sekolahnya, ia menerima  jahitan di rumahnya. Hal ini juga sekaligus Amel mengaplikasi ilmu yang didapatnya di sekolah.

Selama ini Amel tinggal dengan neneknya yng sudah berusia 80 tahun. Ibu kandung Amel sudah  lama meninggal dunia, sedangkan ayahnya bekerja di luar kota.  Artinya, hari-hari Amel lebih banyak dihabiskan dengan neneknya. Amel-lah yang merawat sang nenek yang begitu disayanginya.

"Oleh karena itu sangat mengherankan ketika ada upaya mengaburkan sebab kematian Amel dengan masalah keluarga. Dihembuskan isu bahwa Amel seolah-olah punya masalah keluarga karena mencuri uang neneknya, padahal Amel bekerja menerima jahitan untuk membantu ekonomi keluarga. "
   
Tidak tangung-tangung, pengalihan isu penyebab Amel bunuh diri pun diunggah ke Youtube oleh oknum guru SMKN 3 Padang Sidempuan yang pro kepala sekolah.

Retno mengatakan saat ini kondisi di sekolah itu tidak kondusif karena para guru terbelah menjadi dua kubu, yaitu kelompok yang pro kepala sekolah serta kelompok  yang kritis terhadap kepala sekolah sebanyak 36 guru.

Kelompok yang kritis ini terdiri atas para guru yang berjuang bersama para siswa melawan sistem sekolah yang  diduga kuat tidak transparan dan akuntabel.

Kelompok para guru yang kritis terhadap manajemen sekolah  inilah yang juga tidak sepakat dengan pola intimidasi terhadap para siswi seperti Amel dan lainnya. Para guru tersebut yang juga membezuk Amel, menguatkan dan mengantarkan Amel saat dimakamkan.

 Kelompok ini juga selama berbulan-bulan melakukan berbagai perjuangan ke instansi-instansi terkait, seperti kantor wali kota, dinas pendidikan, inspektorat, hingga gubernur dan DPRD.

 Oleh karena itu, para guru dan siswa yang pro perubahan di SMKN 3 Padang  Sidempuan sangat berharap tim investigasi Inspektorat Kemdikbud dapat berlaku adil dengan juga mewawancarai para siswa dan para guru yang selama ini dianggap sebagai kelompok yang berseberangan dengan  pimpinan dan manajemen sekolah.      
    
Kekhawatiran ini muncul karena saat  perwakilan Dinas Pendidikan Sumatera Utara melakukan investigasi, yang diwakili oleh Ibu Yuniar,  yang dimintai keterangan hanya para guru yang merupakan kelompok pro kepsek yang di periksa.

"Diduga ada ketidakseimbangan informasi," cetus dia.*