KPK periksa mantan hakim MK

id Mahkamah Konstitusi, MK, mantan hakim MK

KPK periksa mantan hakim MK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar (Antaranews.com)

Jakarta (Antara Lampung) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap kepada Hakim Konstitusi terkait permohonan uji materi perkara di Mahkamah Konstitusi.
         
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Basuki Hariman (BHR)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.
         
Sebelumnya, Febri menyatakan tiga tersangka dalam tindak pidana korupsi suap kepada Hakim Mahkamah Konstitusi terkait permohonan uji materi perkara di Mahkamah Konstitusi telah mencabut permohonan praperadilan yang diajukan mereka di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
         
"Sebelumnya tersangka Patrialis Akbar (PAK) mengajukan permohonan praperadilan dan juga tersangka Basuki Hariman (BHR) dan Ng Fenny (NGF), namun ketiga tersangka tersebut mencabut permohonan praperadilan tersebut," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/4).
         
Febri menjelaskan bahwa tersangka Patrialis Akbar telah mencabut permohonan praperadilan dalam persidangan pada Senin (3/4) lalu.
         
"Sementara untuk tersangka Basuki Hariman dan Ng Fenny pencabutan disampaikan pada persidangan tanggal 31 Maret 2017," ucap Febri.
         
Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama CV Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No. 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan agar dikabulkan MK.
         
Perkara No. 129/PUU-XIII/2015 itu sendiri diajukan oleh 6 pemohon yaitu Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi dan Rachmat Pambudi yang merasa dirugikan akibat pemberlakuan zona "base" di Indonesia karena pemberlakuan zona itu mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati.
         
UU itu mengatur bahwa impor daging bisa dilakukan dari negara "Zone Based", di mana impor bisa dilakukan dari negara yang sebenarnya masuk dalam zona merah (berbahaya) hewan ternak bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), termasuk sapi dari India.
         
Hal itu berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni "country based" yang hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbebas dari PMK seperti Australia dan Selandia Baru. Australia adalah negara asal sapi impor CV Sumber Laut Perkasa.
         
Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah UU No. 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
         
Tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, yang disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.
         
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) juga telah memutuskan hakim konstitusi Patrialis Akbar melakukan pelanggaran berat dan menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat.


ANTARA