Importir Dukung Koperasi Nelayan Rajungan Lampung Timur

id Pengembangan Rajungan Lampung Timur, Rajungan Lampung Timur, Rajungan Lampung, Perikanan Lampung Timur

Importir Dukung Koperasi Nelayan Rajungan Lampung Timur

Importir AS, CEO Blue Star Foods AS John R Keller bersama nelayan rajungan Desa Muara Gading Mas, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, Minggu (19/2). (FOTO: ANTARA/Andi Jauhari)

Labuhan Maringgai, Lampung Timur (ANTARA Lampung) - Importir Amerika Serikat dan pemangku kepentingan lainnya, baik industri, pemerintah pusat-daerah, dan LSM memberikan dukungan penuh atas upaya nelayan di Kabupaten Lampung Timur yang membentuk koperasi rajungan (Portunus pelagicus) pertama di Provinsi Lampung.

Dukungan tersebut diwujudkan pada kegiatan "Penyuluhan dan Pembentukan Koperasi Nelayan Dalam Rangka Kelestarian Perikanan Rajungan" di kompleks Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), Desa Muara Gading Mas, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, Minggu (19/2). Lokasinya ditempuh selama 3,5 jam dari ibu kota Provinsi Lampung, Bandarlampung.

Wakil dari importir AS yang hadir adalah CEO Blue Star Foods AS John R Keller, dan Neel Inamdar dari Wilderness Markets dari unsur "non-government" AS, dengan keduanya memberikan dukungan pendanaan bagi terbentuknya koperasi nelayang rajungan pertama di Indonesia yang mempunyai misi pelestarian perikanan rajungan sekaligus kesejahteraan nelayan.

Sedangkan dari Indonesia afiliasi perusahaan lokal PT  BSN dan PT Siger Jaya Abadi ikut mendukung penuh kehadiran koperasi itu.

Koperasi yang dibentuk setelah penyuluhan dari Dinas Koperasi dan UKM Lampung Timur itu bernama Koperasi Karya Muda Bahari, yang diketuai Syamsudin, dengan jumlah anggota awal 37 orang nelayan rajungan setempat.

Hadir juga dalam kesempatan itu CEO PT Blue Star Nusantara (BSN) Yoga Sadana, Sekjen Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI) Bambang Arif Nugraha, Kabid Dinas Koperasi dan UKM Lampung Timur M Novriadie, Ketua HNSI Lampung Timur Bayu Witara, wakil Kepala Desa Muara Gading Mas Edi Susilo, dan nelayan rajungan yang menjadi anggota koperasi dimaksud.

Neel Inamdar dari Wilderness Market, AS menegaskan dukungan organisasinya.

"Tujuan utama dukungan terhadap pendirian koperasi ini adalah kelestarian perikanan rajungan dan sekaligus kesejahteraan nelayan," katanya lagi.

Sedangkan John R Keeler menambahkan bahwa koperasi adalah pendekatan kolaboratif yang unik antara masyarakat dengan pemerintah berlandaskan kultur sosial.

"Melalui pembentukan koperasi diharapkan terciptanya akses nelayan pada regulasi, dan adanya tata kelola penangkapan rajungan yang baik," kata dia.

Yoga Sadana dari BSN menyatakan bahwa industri berharap tercapai pengelolaan rajungan bisa mendapatkan sertifikasi MSC (marine stewardship council).

"Melalui terorganisasinya para nelayan secara formal dalam bentuk koperasi, diyakini hal ini bisa segera terwujud. Nelayan sendiri berharap meningkatnya kesejateraannya sebagai salah satu tujuan pembentukan koperasi ini," katanya.

Sebagai satu-satunya koperasi nelayan dengan tujuan utama kelestarian rajungan, kata dia, maka nelayan juga berharap adanya bantuan pemerintah untuk alat tangkap rajungan dan permodalan.

Kabid Kelembagaan Dinas Koperasi dan UKM Lampung Timur M Novriadie menegaskan bahwa akses bantuan untuk nelayan dari pemerintah akan lebih mudah melalui kelembagaan seperti koperasi itu dan bukan pada individu-individu nelayan.

"Dengan berhimpun melalui koperasi, maka akses tersebut akan lebih mudah," katanya.

Sekjen APRI Bambang Arif Nugraha merujuk pada daya yang diperolehnya menyatakan bahwa nilai ekspor rajungan Indonesia pada tahun 2014 melebihi 308 juta dolar AS atau sekitar Rp4 triliun.

Sedangkan volume ekspor rajungan terjadi peningkatan signifikan, yaitu 10, 8 juta ton pada tahun 2014, tahun 2015 mencapai 15, 8 juta ton, dan pada tahun 2016 menjadi 19,4 juta ton.                      

Nilai perdagangan ekspor rajungan--dan kepiting dengan "harmonized system (HS) code" (kode sistem harmonisasi atau nomenklatur tarif yang diakui secara internasional berdasarkan klasifikasi produk yang diperdagangkan) yang sama--tertinggi, terjadi pada tahun 2014 yang mencapai 414, 372 juta dolar AS atau sekitar Rp5,4 triliun.

"Hal ini menunjukkan bahwa rajungan masih menjadi komoditas yang menarik dengan volume penjualan tetap tinggi, walaupun segera terkoreksi pada tahun 2016," katanya.

Kabupaten Lampung Timur sebagai salah satu sumber perikanan rajungan penting memberikan sumbangan 15 persen dari total produksi rajungan nasional, dan saat ini telah dicanangkan oleh pemerintah untuk menjadi percontohan inisiatif pengelolaan perikanan rajungan berkelanjutan oleh Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan (PSDI) Ditjen Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan.