Petani Suoh Kembangkan Beras Sehat

id Pengembangan Beras Organik Suoh, Beras Organik Suoh, Beras Organik, Suoh

Petani Suoh Kembangkan Beras Sehat

Sugiartono di tengah hamparan persawahan organik di Suoh, Lampung Barat. (FOTO: ANTARA Lampung/Budisantoso Budiman)

Suoh, Lampung Barat (ANTARA Lampung) - Para petani di Pekon (Desa) Tuguratu, Sumberagung, dan beberapa desa sekitar di Kecamatan Suoh maupun Bandar Negeri Suoh, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung terus berupaya mengembangkan budi daya padi nonkimia (organik) untuk menghasilkan beras sehat berkualitas.

Menurut Sugiartono (38), petani penggerak budi daya padi nonkimia, di Suoh, Lampung Barat, Senin, pengembangan beras sehat nonkimia itu mulai dikembangkan oleh para petani di sejumlah desa pada dua kecamatan ini sejak tahun 2010 dengan belajar dari para petani di Sumatera Utara dan beberapa daerah lainnya yang sudah lebih dulu mengembangkannya.

"Kami melihat potensi pengembangan beras sehat nonkimia di Suoh cukup baik, mengingat lokasi lahannya berada di lereng perbukitan dan sekitar kawasan konservasi hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang memiliki potensi sumberdaya air masih alami dan belum tercemari bahan kimia dan pencemar lainnya," kata Tono, panggilan akrab Sugiartono itu pula.

Kondisi sumber air dan alam sekitar yang masih relatif terjaga dinilai sangat mendukung budi daya padi organik nonkimia di Suoh, sehingga para petani setempat tertarik mengembangkannya.

Varietas padi yang dibudidayakan antara lain Mekonga, Ciherang, dan varietas padi inhibrida serta varietas lokal unggulan lainnya seperti Sertani.

Saat ini budi daya padi sehat nonkimia itu sudah dikembangkan petani dari dua kecamatan sekitar, yaitu Suoh dan Bandar Negeri Suoh, dengan areal kelola mencapai belasan hektare serta melibatkan seratusan petani.

Menurut Tono dan beberapa petani setempat lainnya, setelah membudidayakan padi organik nonkimia itu, mereka merasakan adanya perbedaan terutama menjadi tidak lagi bergantung pada pupuk kimia dari pabrik yang selama ini cenderung sulit didapatkan saat diperlukan. Harga pupuk kimia pun dikeluhkan mereka semakin mahal.

Petani di Suoh mengembangkan pupuk nonkimia atau organik dengan bahan baku diperoleh dari lingkungan sekitar tanpa membeli lagi. Mereka pun belajar bersama membuat pupuk organik sendiri.

Perbedaan lainnya selain dalam hal pemberian pupuk, kata Tono, adalah perawatan terutama dalam penanganan hama dan penyakit tanaman yang juga tidak bergantung pada bahan kimia pemberatas hama seperti pestisida maupun insektisida, tapi mengandalkan pemberantas hama alami seperti jamur patogen dan organisme hayati lainnya.

Kendati hasil produksi padi nonkimia ini cenderung lebih rendah dibandingkan potensi produksi padi dengan budi daya biasanya, namun petani setempat justru merasakan biaya produksi menjadi lebih rendah dengan perolehan hasil panen yang lebih baik sehingga keuntungan yang didapatkan lebih tinggi.

"Memang hasil produksinya lebih rendah dari budi daya padi biasa, yaitu berkisar 4 hingga 5 ton per hektare, dari potensi produksi padi biasa bisa mencapai hingga 8 ton per hektare, namun setelah panen dan dihitung-hitung, ternyata keuntungan yang diperoleh lebih besar karena biaya pupuk, perawatan dan pemberantasan hama penyakit tanaman menjadi berkurang," katanya lagi.

Paling dirasakan petani Suoh dengan budi daya padi organik nonkimia ini adalah perbedaan biaya pembelian pupuk dan pestisida/insektisida yang cukup besar, sehingga dapat lebih berhemat dengan menggunakan pupuk alami/organik.

"Kami juga sudah membuktikan hasil produksi tahun pertama dan seterusnya menjadi lebih tinggi dengan budi daya nonkimia ini," katanya lagi.

Namun petani setempat masih terbatas membudidayakan padi sehat nonkimia itu, mengingat belum seluruhnya beralih ke budi daya itu, sehingga belum mampu menampung permintaan pasar beras sehat dari konsumen seperti diharapkan. "Stok beras sehat yang kami hasilkan masih terbatas, padahal potensi pasar sebenarnya cukup besar," ujar Tono dan Eko pula.

Mereka terpaksa menolak permintaan beras sehat itu bila stok yang tersedia sudah habis karena harus menunggu panen masa tanam berikutnya, sehingga pembelian masih dibatasi sesuai stok tersedia.

Petani setempat juga membangun kemitraan dan pembelajaran secara berkelompok dengan secara rutin mengadakan pertemuan sekolah lapang budi daya padi sehat nonkimia itu, untuk membahas berbagai permasalahan yang dihadapi di lapangan.

Mereka bertekad akan terus mengembangkan budi daya padi sehat nonkimia itu, apalagi dalam beberapa tahun ini petani yang berminat mengembangkannya dan bergabung dalam kelompok tani setempat terus mengalami peningkatan.

Para petani di Suoh itu tengah berupaya mendapatkan sertifikasi atas komoditas beras yang dihasilkan sehingga layak menyandang predikat sebagai beras organik, sehingga membuka peluang pengembangan budi daya lebih lanjut termasuk pemasarannya.