IDI : Apa status BPJS Kesehatan, kok jadi asuransi profit

id BPJS KEsehatan, dokter, kriminalisasi dokter

IDI : Apa status BPJS Kesehatan, kok jadi asuransi profit

Dokumentasi/Aksi demo dokter dan mahasiswa Fakultas Kedokteran di Kantor Kejati Sulsel, Makassar. ( ANTARA FOTO/Sahrul Manda Tikupadang)

Yogyakarta (Antara Lampung) -  Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Tolitoli, Sulawesi Tengah, Moh Sofyan, menilai pemerintah tidak serius dalam menjamin kesehatan masyarakat, meski pemerintah telah menerbitkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang menggunakan sistem asuransi.
         
"Pemerintah setengah hati menjalankan program JKN kepada masyarakat," ujar dia saat ditemui di Yogyakarta, Sabtu.
         
Salah satu argumentasinya, kata dia, karena besaran alokasi anggaran untuk kesehatan dan badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) hanya 1,43 persen dari total APBN 2014 dan hanya 2,6 persen total APBN-P 2015.
         
Selain itu, katanya, terlihat dari regulasi berupa Undang-Undang, Peraturan Menteri Kesehatan dan regulasi internal BPJS yang menyangkut substansi dan teknis pelaksanaan JKN.
         
"Sebab penyusunan substansi BPJS dan teknis pelaksanaan JKN tidak melibatkan pihak-pihak terkait seperti IDI dan yang lainnya. Selain itu juga, pendapat tentang kejelasan status BPJS apakah jaminan sosial atau asuransi profit, harus dituntaskan pemerintah," katanya.
         
Sebab, lanjut dia, argumentasi "gotong royong" yang disampaikan pemerintah terkait status BPJS, tidak lebih sebagai alasan karena sebenarnya negara tidak cukup dana untuk melaksanakan JKN.
         
Padahal, kata dia, secara prinsip JKN merupakan program revolusioner di bidang kesehatan yang mendapat apresiasi dari seluruh komponen bangsa.
         
Ia mengatakan, ada dua persoalan besar ketika BPJS mulai mengenakan premi kepada masyarakat.
         
Yaitu, pemerintah menabrak UUD 1945, dan semua warga negara Indonesia, dan program JKN yang dikelola oleh BPJS sudah masuk ke area asuransi profit, katanya.
        
Menurut dia, jika negara belum memiliki dana yang cukup untuk mendanai JKN, maka alternatif yang bisa dilakukan adalah, memperuntukkan BPJS hanya bagi masyarakat miskin.
         
"Sehingga jumlahnya terukur sekitar 80 juta orang, nah dengan alokasi dana APBN yang ada, maka pelayanan yang bisa diberikan pemerintah akan maksimal. Baik untuk melayani PNS, TNI/Polri, BUMN, dan masyarakat umum yang membayar premi. Caranya dilakukan melalui asuransi profit yang modal awalnya dialokasikan dalam APBN," ungkap Sofyan.