Aktivis Datangi DPRD Sikapi Penangkapan Warga Kasus BNIL

id Aktivis Datangi DPRD Kasus BNIL, Kasus BNIL Tulangbawang, Kasus BNIL

Aktivis Datangi DPRD Sikapi Penangkapan Warga Kasus BNIL

Para aktivis PPRL dalam pertemuan dengan DPRD Lampung, di Bandarlampung, Rabu (19/10). (FOTO: ANTARA Lampung/Ist)

Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Aktivis dan elemen masyarakat di Lampung yang tergabung dalam Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL) mendatangi DPRD Lampung di Bandarlampung, Rabu, untuk menyikapi penangkapan warga dan pendamping petani yang memperjuangkan hak atas lahan dari perusahaan PT BNIL.

Penangkapan itu buntut sengketa lahan warga dengan PT Bangun Nusa Indah Lampung (BNIL) di Kabupaten Tulangbawang.

Aktivis PPRL dari LBH Bandarlampung, Walhi Lampung, KBH Lampung, EW LMND Lampung, FSBKU-KSN, ICRM, Lada, Kawan Tani, Agra, SMI, FMN, Watala, PPI, SP, DRL, YKWS, Yabina, GKSBS, AJI Bandarlampung, Seknas Jokowi Lampung, KPA Lampung, BMI, PKKL, JPP, dan Mitra Bentala melakukan pendampingan litigasi dan nonlitigasi terkait penahanan tujuh warga di Tulangbawang dalam sengketa lahan warga dengan PT Bangun Nusa Indah Lampung (BNIL).

Direktur LBH Bandarlampung Alian Setiadi menyatakan, berkaitan sengketa lahan itu harus dipahami juga sejarahnya pada tahun 1990-an dengan konsep PIR (Perkebunan Inti Rakyat) yang dibuat oleh PT BNIL dinilai merupakan awal terjadi permasalahan sengketa lahan di sana.

Pihaknya menyayangkan pemerintah tidak pernah menanggapi aduan dari warga, sehingga masyarakat dengan keterbatasannya mencoba melakukan pendudukan lahan yang dipersoalkan mereka.

"Tegas bahwa mereka bukan provokatif seperti yang dituduhkan. Kerusuhan pada awal Oktober kemarin merupakan akibat dari tindakan provokasi yang dilakukan pamswakarsa yang disewa perusahaan BNIL," ujarnya.

Menurut kajian LBH, Walhi dan sejumlah elemen di Lampung, BNIL tidak memiliki Amdal, melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), juga melanggar UUPPLH, sehingga seharusnya juga ada pengusutan secara pidana, ditambah lagi peralihan pengelolaan lahan dari kebun kelapa sawit ke tebu belum ada izin hak guna usahanya.

Pihaknya juga menilai, usaha Pemerintah Provinsi Lampung membentuk satgas tanpa melibatkan warga masyarakat di desa itu, juga dinilai tidak akan menyelesaikan apa-apa, karena seharusnya ada keterlibatan warga di dalamnya agar semua jelas dan kepastian kepemilikan lahan oleh petani segera selesai.

Karena itu, elemen yang tergabung dalam PPRL melakukan audensi ke DPRD Provinsi Lampung.

Pertemuan itu, dihadiri anggota DPRD Lampung dari Komisi II dan Komisi IV, untuk mendiskusikan dan mendorong Polda Lampung untuk melakukan penegakan hukum atas pelanggaran terhadap UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, menghentikan semua proses kriminalisasi terhadap enam petani dan satu pendamping petani yang ditahan oleh pihak Polres Tulangbawang.

Dalam pertemuan itu, PPRL juga mendesak satgas yang dibentuk oleh Pemprov Lampung menyelesaikan konflik agraria untuk mengembalikan tanah kepada petani dan menghentikan kriminalisasi terhadap petani.

PPRL juga mendorong pemerintah untuk tidak memperpanjang HGU PT BNIL dan mencabut HGU itu, sehingga lahan yang ada dapat dibagikan kepada petani setempat sesuai dengan semangat Nawacita dicanangkan Presiden Joko Widodo dalam Program Land Reform berupa pembagian lahan kepada petani.

"Kami juga mendorong DPRD Provinsi Lampung untuk memfasilitasi pertemuan dengan semua pihak yang berkaitan dengan sengketa lahan di Kabupaten Tulangbawang dan memastikan untuk hadir dalam pertemuan yang akan diagendakan minggu depan, yaitu pihak PT BNIL dan satgas yang dibentuk oleh Pemprov Lampung agar menyelesaikan konflik agraria itu," katanya lagi.