DPD desak DPRD bentuk pansus tambang pasir

id Anang prihantoro anggota komite ii, DPD asal lampung

DPD desak DPRD bentuk pansus tambang pasir

Anggota DPD RI asal Lampung, Anang Prihantoro (FOTO ANTARA Lampung/Muklasin)

...Saya meminta agar DPRD Provinsi Lampung segera membentuk pansus untuk menyelidiki izin usaha tambang pasir tersebut, kata Anang...
Metro, Lampung (ANTARA Lampung) - Komite II Dewan Perwakilan Daerah mendesak DPRD Provinsi Lampung agar segera membentuk panita khusus (pansus) untuk menyelidiki adanya izin usaha tambang pasir laut PT Sejati 555 Nuswantara Sejahtera padahal telah ditolak oleh nelayan Kabupaten Lampung Timur.

"Saya meminta agar DPRD Provinsi Lampung segera membentuk pansus untuk menyelidiki izin usaha tambang pasir tersebut, karena ada penolakan masyarakat khususnya nelayan yang begitu masif," kata Anang Prihantoro, anggota Komite II DPD asal Lampung, di Kota Metro, Lampung, Rabu.

Menurut Anang, penolakan masyarakat yang begitu besar terhadap perusahan tambang itu menunjukkan ada ketidakberesan dalam proses pengeluaran izin tambang tersebut.

"Ada apa dengan izin itu, kenapa penolakan masyarakat begitu masif hingga enam desa sepakat menolak, bahkan saya mendengar masyarakat tidak memberika izin sejak awal," ujarnya.

Dia pun meminta DPRD Provinsi Lampung dan Pemprov Lampung segera mengevaluasi dan mengkaji ulang izin usaha pertambangan tersebut apakah memang layak dikeluarkan.

"Semestinya DPRD Provinsi dan Pemrov Lampung lebih cepat bekerja karena ada penolakan masyarakat," katanya lagi.

Sebelumnya, sejumlah penolakan disampaikan nelayan dari enam desa di Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur terhadap rencana eksplorasi dan eksploitasi pasir laut yang bakal dilakukan oleh PT Sejati 555 Nuswantara Sejahtera di wilayah laut Kecamatan Labuhan Maringgai.

Para nelayan beralasan tidak pernah memberikan izin kepada perusahaan tersebut, dan nelayan mengkhawatirkan dampak dari eksplorasi itu karena dapat mematikan mata pencaharian mereka.

Penolakan juga disampaikan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Daerah Lampung menyatakan menolak keras pengelolaan tambang pasir laut di wilayah Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur itu.

"Walhi menolak dengan tegas penambangan pasir di wilayah laut Sekopong Kecamatan Labuhan Maringgai," kata Hendrawan, Direktur Eksekutif Walhi Lampung saat dihubungi dari Lampung Timur, menanggapi penolakan nelayan Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Timur atas rencana eksplorasi dan eksploitasi pasir laut oleh PT Sejati 555 Nuswantara Sejahtera.

Alasan penolakan Walhi Lampung itu, menurut Hendrawan, karena penambangan pasir laut itu akan merusak lingkungan laut sekitar dan berdampak sosial menutup mata pencaharian nelayan sekitarnya.

Dia menegaskan bahwa sejak awal Walhi Lampung telah menolak penambangan pasir laut itu.

"Walhi sejak awal menolak, bahkan penolakan sudah disampaikan saat uji Amdal di tingkat Komisi Amdal karena Walhi memang bagian dari Komisi Amdal itu, dan Walhi sempat ditanya soal itu, Walhi menjawab dengan tegas menolak, tapi ternyata prosesnya tetap berjalan hingga izinnya saya mendengar sudah keluar," ujarnya lagi.

Rapat Komisi Penilai Amdal itu berlangsung pada Rabu, 29 Juli 2015. Walhi menolak penambangan pasir di Pulau Sekopong itu, karena akan merusak lingkungan hidup (abrasi/kehilangan Pulau Sekopong) dan hilang akses nelayan tradisional.

Rapat itu berakhir ricuh, menyusul pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung Timur juga melakukan penolakan dan walk out (WO/keluar) dari ruangan rapat.

Menurutnya, memang rapat tersebut dihadiri oleh perwakilan warga, namun apakah perwakilan dari warga tersebut memang benar-benar warga yang terkena dampak atau hanya warga yang sudah ditunjuk dan dikondisikan.

Ia juga menegaskan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) itu, menurut Walhi tidak layak. "Kami menganggap Amdal itu tidak layak, karena itu kami menolak," katanya pula.

Menyusul aksi penolakan oleh nelayan Kecamatan Labuhan Maringgai berujung aksi demonstrasi dan sejumlah aksi lainnya hingga berbuntut rusuh, menurut dia, menunjukkan fakta bahwa nelayan setempat khawatir terancam mata pencahariannya akibat penambangan pasir tersebut.

"Melihat fakta-fakta sekarang, terutama dengan adanya penolakan nelayan, semestinya Pemerintah Provinsi Lampung melihat itu bahwa nelayan terancam wilayah tangkapnya," ujar Hendrawan. (Ant)