OJK Dorong Legalitas Lembaga Keuangan Mikro

id OJK Dorong Legalitas LKM, OJK dan LKM, OJK

OJK Dorong Legalitas Lembaga Keuangan Mikro

Pelatihan Jurnalistik Keuangan OJK, di Palembang, Sumatera Selatan, 9--10 Juni 2015, diikuti jurnalis dari Lampung, Sumsel, dan Bengkulu. (FOTO: ANTARA Lampung/Budisantoso Budiman)

Palembang (ANTARA Lampung) - Negara yang maju perekonomiannya biasanya selalu ditopang oleh kalangan dunia usaha yang kuat, dalam hal permodalan maupun manajemen usahanya.
   
Namun Indonesia belum memiliki iklim usaha dan bisnis yang ideal seperti diharapkan, mengingat pengusaha atau wiraswastawan (para entrepreneur/usahawan) di negeri ini masih kalah jumlahnya dengan sejumlah negara tetangga, apalagi dari negara maju.

Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga mengatakan bahwa jumlah pengusaha di Indonesia hanya sekitar 1,65 persen dari jumlah penduduk saat ini. "Kita kalah jauh dibandingkan dengan negara tetangga, misalnya Singapura sebesar tujuh persen, Malaysia lima persen, dan Thailand empat persen," kata Puspayoga dalam acara "Penghargaan Wirausaha Muda Mandiri", di Jakarta, pertengahan Maret 2015 lalu. Menurut Puspayoga, jika jumlah pengusaha bisa bertambah maka akan turut mendongkrak ekonomi negara, bertambah lapangan pekerjaan, dan akhirnya meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat.

Dalam upaya mendorong tumbuh dan kembang dunia usaha di Indonesia sekaligus pemberdayaan masyarakat itu, khususnya masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), memerlukan dukungan yang komprehensif dari lembaga keuangan.

Apalagi, selama ini para pengelola UMKM itu, umumnya mengeluhkan mereka masih terkendala akses pendanaan ke lembaga keuangan formal.

Guna mengatasi kendala tersebut, di masyarakat telah tumbuh dan berkembang banyak lembaga keuangan non-bank yang melakukan kegiatan usaha jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik yang didirikan pemerintah atau masyarakat. Lembaga-lembaga tersebut dikenal dengan sebutan lembaga keuangan mikro (LKM).

Namun menurut Naomi Tri Yuliani, Kepala Bagian Pengaturan Lembaga Keuangan Mikro Direktorat LKM Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam Pendidiakn Jurnalistik Keuangan Otoritas Jasa Keuangan di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (9/6), ternyata LKM tersebut banyak yang belum berbadan hukum dan memiliki izin usaha.

Hasil inventarisasi OJK tahun 2014, terdapat 19.334 LKM di sebagian wilayah Indonesia yang belum memiliki izin usaha, termasuk 623 LKM di Palembang, Sumatera Selatan. Berdasarkan data naskah akademis RUU LKM inisiatif DPR pada 2010, jumlah LKM tercatat sebanyak 638.838 unit. Namun, berdasarkan versi pemerintah, jumlah LKM sebanyak 97.150 unit.

Menurut Naomi, LKM yang telah berdiri dan beroperasi sebelum Undang Undang LKM berlaku (8 Januari 2015) wajib memperoleh izin usaha dari OJK melalui pengukuhan dengan batas waktu hingga 8 Januari 2016.

Saat ini (data OJK hingga April 2015), total aset industri dan lembaga jasa keuangan yang berada di bawah pengawasan OJK mencapai Rp14.413 triliun (137 persen produk domestik bruto Indonesia), yaitu aset perbankan Rp5.773 triliun, industri keuangan nonbank Rp1.571 triliun, dan lembaga jasa keuangan di pasar modal Rp59 triliun.

Sementara itu, penyaluran kredit/pendanaan oleh sektor jasa keuangan, rata-rata tahunan (2010--2014), untuk perbankan mencapai Rp455 triliun, pasar modal Rp234 triliun, dan perusahaan pembiayaan Rp45 triliun.

Perekonomian Indonesia saat ini bertumpu pada sektor jasa dan industri pengolahan, masing-masing memberi kontribusi mencapai sekitar 22 persen, disusul sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan (pertanian dalam arti luas) mencapai 14 persen, dan sektor perdagangan besar maupun eceran mencapai 14 persen.

Dalam rangka memberikan landasan hukum yang kuat atas operasionalisasi LKM, pada 8 Januari 2013 telah diundangkan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM).

                                           Apakah LKM itu?
LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.

Kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui Pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha. Kegiatan usaha itu dapat dilakukan secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.

Naomi menjelaskan bahwa keberadaan LKM bertujuan untuk meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat, membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat, dan membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah. Ia mengingatkan lagi, sesuai ketentuan, merupakan kewajiban untuk memperoleh izin usaha bagi LKM, setelah berlaku UU LKM.

"LKM yang telah berdiri dan telah beroperasi sebelum berlaku Undang Undang LKM, serta belum mendapatkan izin usaha berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, wajib memperoleh izin usaha melalui pengukuhan sebagai LKM kepada OJK paling lambat tanggal 8 Januari 2016," ujarnya lagi.

LKM itu, antara lain bank desa, lumbung desa, bank pasar, bank pegawai, badan kredit desa (BKD), badan kredit kecamatan (BKK), kredit usaha rakyat kecil (KURK), lembaga perkreditan kecamatan (LPK), bank karya produksi (BKPD), badan usaha kredit pedesaan (BUKP), baitul maal wat tamwil (BMT), baitul tamwil Muhammadiyah (BTM), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Direktorat Lembaga Keuangan Mikro OJK, dalam penjelasan yang disebarluaskan melalui sosialisasi kepada masyarakat luas, menyampaikan bahwa permohonan izin usaha baru atau pengukuhan sebagai LKM disampaikan kepada kantor regional/kantor OJK/Direktorat LKM sesuai tempat kedudukan LKM.

Adapun bentuk badan hukum LKM adalah koperasi atau perseroan terbatas (sahamnya paling sedikit 60 persen dimiliki oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atau badan usaha milik desa/kelurahan, sisa kepemilikan saham PT dapat dimiliki oleh WNI dan/atau koperasi dengan kepemilikan WNI paling banyak sebesar 20 persen).

LKM hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan usaha milik desa/kelurahan, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan/atau koperasi. LKM dilarang dimiliki, baik langsung maupun tidak langsung, oleh warga negara asing dan/atau badan usaha yang sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh warga negara asing atau badan usaha asing.

Luas cakupan wilayah usaha dan permodalan LKM berada dalam satu wilayah desa/kelurahan, kecamatan, atau kabupaten/kota sesuai dengan skala usaha masing-masing LKM, ditetapkan berdasarkan distribusi nasabah peminjam atau pembiayaan, yaitu LKM yang memiliki skala usaha desa/kelurahan apabila memberikan pinjaman atau pembiayaan kepada penduduk di satu desa/kelurahan; LKM memiliki skala usaha kecamatan apabila memberikan pinjaman atau pembiayaan kepada penduduk di dua desa/kelurahan atau lebih dalam satu wilayah kecamatan yang sama; LKM memiliki skala usaha kabupaten/kota apabila memberikan pinjaman atau pembiayaan kepada penduduk di dua kecamatan atau lebih dalam satu wilayah kabupaten/kota yang sama.

Modal LKM terdiri dari modal disetor untuk LKM yang berbadan hukum perseroan terbayas (PT) atau simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah untuk LKM yang berbadan hukum Koperasi dengan besaran, yaitu wilayah usaha desa/kelurahan Rp50.000.000, wilayah usaha kecamatan Rp100.000.000, wilayah usaha kabupaten/kota Rp500.000.000.

LKM wajib bertransformasi menjadi bank perkreditan rakyat atau bank pembiayaan rakyat syariah, jika melakukan kegiatan usaha melebihi satu wilayah Kabupaten/Kota tempat kedudukan LKM; atau LKM telah memiliki ekuitas paling kurang lima kali dari persyaratan modal disetor minimum bank perkreditan rakyat atau bank pembiayaan rakyat syariah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan jumlah dana pihak ketiga dalam bentuk simpanan yang dihimpun dalam satu tahun terakhir paling kurang 25 kali dari persyaratan modal disetor minimum bank perkreditan rakyat atau bank pembiayaan rakyat syariah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

LKM wajib menyampaikan laporan keuangan secara berkala setiap empat bulan untuk periode yang berakhir pada tanggal 30 April, 31 Agustus, dan 31 Desember kepada OJK. Penyampaian laporan keuangan dilakukan paling lambat pada akhir bulan berikutnya. Ketentuan mengenai laporan keuangan LKM diatur dalam surat edaran OJK.

Dalam melakukan kegiatan usaha, LKM dilarang menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu-lintas pembayaran, melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, melakukan usaha perasuransian sebagai penanggung, bertindak sebagai penjamin, memberi pinjaman atau pembiayaan kepada LKM lain, kecuali dalam rangka mengatasi kesulitan likuiditas bagi LKM lain dalam wilayah kabupaten/kota yang sama, melakukan penyaluran Pinjaman atau Pembiayaan di luar cakupan wilayah usaha; dan/atau melakukan usaha di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan OJK Nomor 13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro.
   
Naomi Tri Yuliani menjelaskan pula bahwa pembinaan, pengaturan, dan pengawasan LKM dilakukan oleh OJK. Dalam melakukan pembinaan LKM itu, katanya lagi, OJK melakukan koordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan koperasi dan Kementerian Dalam Negeri.

Menurutnya, pembinaan dan pengawasan LKM didelegasikan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota atau pihak lain yang ditunjuk.

                                         Kenapa LKM Perlu Legalitas?
Direktur Stabilitas Sistem Keuangan OJK, Rendra Z. Idris mengingatkan bahwa OJK telah meminta semua LKM yang belum berbadan hukum untuk segera mengurus izin usaha, karena dengan adanya izin usaha, lembaga-lembaga tersebut dapat menghimpun dana masyarakat.

Menurutnya, sesuai aturan undang-undang, OJK yang melaksanakan tugas pengaturan, sehingga mempunyai wewenang menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini; menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; menetapkan peraturan dan keputusan OJK; menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK; menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap lembaga jasa keuangan dan pihak tertentu; menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada lembaga jasa keuangan; menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Dalam melaksanakan tugas pengawasan, menurut Rendra lagi, OJK mempunyai wewenang menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan; mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh kepala eksekutif; melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

OJK juga berhak memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan/atau pihak tertentu; melakukan penunjukan pengelola statuter; menetapkan penggunaan pengelola statuter; menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan memberikan dan/atau mencabut: izin usaha; izin orang perseorangan; efektifnya pernyataan pendaftaran; surat tanda terdaftar; persetujuan melakukan kegiatan usaha; pengesahan; persetujuan atau penetapan pembubaran; dan penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Namun pengelola salah satu LKM, yaitu Ketua Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Sriwijaya di Palembang, Sumatera Selatan, Nurman Apandi, saat dijumpai di kantornya belum lama ini, sempat mengkhawatirkan keberadaan OJK yang justru akan "mengutak-atik" dan mengintervensi LKM tersebut.

Berkaitan kekhawatiran keberadaan OJK akan mengusik LKM, seperti diungkapkan pengelola BMT Sriwijaya tersebut, Kepala Bagian Pengaturan LKM Direktorat LKM OJK, Naomi Tri Yuliani menegaskan bahwa sesuai dengan peran dan fungsinya justru saat ini OJK terus melakukan inventarisasi untuk dapat memastikan keberadaan LKM dan berupaya membantu memfasilitasi pengembangannya menjadi lebih kuat ke depan.

Dia menegaskan bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. "OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. OJK didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, dan menggantikan peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk melindungi konsumen industri jasa keuangan," ujarnya pula.

Direktur Stabilitas Sistem Keuangan OJK, Rendra Z. Idris menegaskan bahwa OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Ia menambahkan, OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan; kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Naomi Tri Yuliani menjelaskan lagi, dalam upaya mendorong pemberdayaan masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) diperlukan dukungan yang komprehensif dari lembaga keuangan.     Selama ini UMKM terkendala akses pendanaan ke lembaga keuangan formal, sehingga untuk mengatasi kendala tersebut, di masyarakat telah tumbuh dan berkembang banyak lembaga keuangan non-bank yang melakukan kegiatan usaha jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik yang didirikan pemerintah atau masyarakat.

Naomi mengingatkan kembali bahwa LKM yang telah berdiri dan beroperasi sebelum berlaku UU LKM serta belum mendapatkan izin usaha berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, wajib memperoleh izin usaha melalui pengukuhan sebagai LKM dari OJK paling lambat 8 Januari 2016.

Perekonomian Indonesia saat ini bertumpu pada sektor jasa dan industri pengolahan yang masing-masing memberi kontribusi mencapai sekitar 22 persen, disusul sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (pertanian dalam arti luas) mencapai 14 persen dan sektor perdagangan besar maupun eceran mencapai 14 persen.

Di tengah persaingan global dan dominasi kekuatan ekonomi negara-negara maju dan besar di dunia maupun Asia, keberadaan LKM di Indonesia semestinya mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak.

Keberadaan LKM seperti BMT Sriwijaya Palembang dan masih banyak LKM lainnya di seluruh Indonesia, perlu diperbanyak dan semakin diperkuat.

Belasan ribu hingga ratusan ribu unit LKM yang beroperasi di seluruh Indonesia, memerlukan dukungan dan dorongan dari berbagai pihak agar dapat semakin tumbuh dan berkembang dengan sehat dan semakin kuat, untuk menopang dan membantu UMKM yang menjadi nasabah atau mitranya.
  
Naomi Tri Yuliani menyebutkan manfaat menjadi LKM yang legal adalah memperoleh kejelasan status hukum atau legalitas, sehingga dapat lebih dipercaya masyarakat, pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh OJK yang telah berpengalaman dalam pengawasan lembaga keuangan melalui penguatan kapasitas (capacity building) pengelola LKM, serta melakukan pengawasan terhadap manajemen, tata kelola, dan kesehatan LKM.

"LKM yang legal akan memiliki peluang bersinergi dengan lembaga keuangan lainnya, seperti peluang menjadi agen produk perbankan, asuransi, pembiayaan dan sekuritas, serta memiliki akses pendanaan dari perbankan melalui 'linkage' atau 'chanelling'," kata dia pula.

Naomi menyatakan, dengan adanya legalitas itu, dimungkinkan pula pembentukan lembaga penjamin simpanan (LPS) LKM untuk menjamin simpanan nasabah LKM tersebut.

"Jangan takut dan jangan menganggap OJK yang terus mendorong agar LKM di Indonesia memiliki legalitas ini, sebagai momok atau hantu yang menakutkan dan mengancam keberadaan LKM itu," ujarnya.

Menurut dia, OJK justru hadir untuk membantu memfasilitasi dan menjadi perpanjangan tangan LKM, agar mendapatkan akses dukungan, pendanaan maupun pembinaan yang diperlukan dari berbagai lembaga lainnya.

Harapannya adalah bila LKM menjadi legal dan makin kuat serta maju, akan mampu mendorong dan memajukan pula UMKM di negeri ini menjadi kian besar, makin kuat, dan kokoh menopang sektor perekonomian yang pasti akan berdampak luas bagi masyarakat kecil di seluruh Indonesia.

LKM yang kuat akan membuat UMKM juga menguat dan makin sehat, serta akhirnya dapat menjadikan iklim usaha lebih kondusif, sehingga para usahawan tangguh semakin banyak lahir di negeri kita ini.