Bandarlampung (ANTARA LAMPUNG) - Kaum buruh di Indonesia harus terus memperjuangkan perbaikan nasib dan jangan terjebak hanya pada tuntutan pemenuhan hak normatif maupun perbaikan upah layak semata, tapi juga harus mendorong perubahan peraturan dan kebijakan pemerintah yang berpihak pada buruh.
Hal tersebut mengemuka dalam "Panggung Politik Rakyat, Melawan Penjajahan dan Perbudakan Modern (Tolak Privatisasi, Tolak Kontrak dan Outsourcing, Tolak Union Busting, dan Tolak Upah Murah)" yang digelar Federasi Serikat Buruh Karya Utama (FSBKU) di Sekretariat Jl Gajah Mada Bandarlampung, Sabtu (8/6) sore.
Sejumlah tokoh buruh di Lampung, aktivis LSM dan mahasiswa serta jurnalis, hadir dalam panggung politik sekaligus peresmian sekretariat baru FSBKU tersebut.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) Siti Noor Laila yang hadir menyampaikan orasi, antara lain menyatakan mendukung perjuangan kaum buruh dan mendorong serta mengingatkan agar kaum buruh di Lampung dan Indonesia terus memperjuangkan hak-hak mereka tanpa kenal lelah.
SN Laila juga menyebutkan hingga saat ini khususnya di Lampung belum terlihat adanya kandidat gubernur yang memiliki komitmen mendukung perjuangan kaum buruh di daerah ini.
Menurut dia, kaum buruh dan warga Lampung perlu mendorong adanya pemimpin yang mempunyai visi yang jelas dalam membangun dan menyejahterakan warga Lampung, sehingga dapat mengubah nasib buruh maupun rakyat Lampung umumnya.
Dia juga mengecam masih adanya para buruh yang mendapatkan perlakuan tidak manusiawi dan menerima upah rendah.
Presiden Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI) Anwar 'Sastro' Ma'ruf menegaskan bahwa praktik perbudakan secara nyata masih terjadi di Indonesia.
Ia menyebutkan, praktik perbudakan seperti zaman dulu, antara lain terjadi di pabrik panci di Tangerang yang terungkap beberapa waktu lalu.
Namun sekarang para buruh kontrak (outsourcing), buruh tetap (permanen) juga tetap "diperbudak", yaitu dibatasi upah minimum sehingga membatasi pula gaji atau upahnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Praktik pemerintahan saat ini dan kebijakan yang dihasilkan, di antaranya berujung pada praktik "perbudakan" maupun penjajahan gaya baru, ujar dia.
"Hampir setiap undang-undang baru yang dilahirkan parlemen kita, di belakangnya ada unsur titipan maupun kepentingan pihak lain termasuk pihak asing yang sangat merugikan masyarakat miskin dan kaum marjinal di negeri ini," katanya lagi.
Dia mengkritik pemimpin dan wakil rakyat di negeri ini yang bukan untuk mengabdi pada kepentingan rakyat, tapi justru mengabdi kepada penjajah gaya baru.
Kondisi seperti itu mengakibatkan nasib petani, kaum buruh, nelayan dan perempuan serta anak belum seperti diharapkan, kata dia pula.
"Puluhan petani yang memperjuangkan hak atas lahan usaha mereka mendapatkan perlakuan tidak manusiawi, bahkan ditembaki aparat dan menjadi korban penindasan," ujar Sastro pula.
Berbagai persoalan dialami kaum buruh maupun rakyat itu, menurut dia, tidak ada penyelesaiannya secara tuntas.
Partai politik maupun elit pemerintahan sibuk menyiapkan agenda lima tahunan dan melupakan berbagai permasalahan dialami rakyatnya yang harus diselesaikan tersebut, katanya.
Ia mencontohkan praktik korupsi yang terjadi pada elit parpol, seperti dialami Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sangat mungkin terjadi pula pada parpol lainnya, meskipun saat ini belum terbongkar.
Pemimpin dari Rakyat
Menurut dia, pemimpin yang sebenarnya dan sejati itu seharusnya lahir dari rakyat, telah hidup bersama rakyat, sehingga menjadi terdidik, terorganisir, terlatih, tertempa, dan disiapkan sebelumnya agar saat memimpin tidak malah mengabaikan nasib rakyatnya sendiri.
"Kaum buruh juga bisa disiapkan menjadi pemimpin di masa depan, agar pemerintahan tidak hanya menjadi ajang arisan politik para elit, dan hanya kaum buruh itu sendiri yang dapat mengubah nasibnya," kata dia lagi.
Dia juga mengingatkan agar kaum buruh tidak hanya terjebak pada tuntutan hak normatif dan perjuangan meningkatkan upah semata, tapi juga secara substansial memperjuangkan dan menuntut anggaran negara/daerah, kebijakan politik dan kebijakan pemerintahan yang peduli pada kaum buruh.
Karena itu, ujar dia, perlu mendorong agar gerakan kaum buruh saat ini menjadi gerakan politik ke depan untuk mencapai kesejahteraan sejati kaum buruh dan masyarakat Indonesia umumnya.
Ia menilai, hingga saat Indonesia sebenarnya masih terjajah oleh sistem neoliberalisme yang menjajah kaum buruh, petani, nelayan, dan warga bangsa lainnya.
"Praktik penindasan hak asasi manusia maupun merampok sumberdaya alam masih berlangsung di negeri kita, sehingga kesejahteraan rakyat yang dijanjikan para pemimpin adalah palsu belaka," katanya pula.
Namun semua itu, menurut dia, harus menjadi tantangan bersama yang harus terus diperjuangkan, diperbaiki dan dibenahi oleh kaum buruh, petani, nelayan dan kelompok warga lainnya bersama-sama.
"Semua itu menjadi tantangan bagi Indonesia. Tidak boleh patah semangat, harus terus diperjuangkan bersama-sama," katanya.
Menurut Pengurus FSBKU-KSN Wilayah Lampung Y. Joko Purwanto, panggung politik itu mengundang pula pejabat di Lampung, wakil rakyat maupun senator, selain para aktivis, jurnalis dan kaum buruh itu sendiri.
Dia berharap, penggung politik dan aktivitas bersama kaum buruh dan kelompok progresif lainnya di daerah ini dapat terus berlanjut hingga mencapai tujuan yang diharapkan.
Berita Terkait
Bawaslu sebut ASN harus netral baik petahana maju atau tidak pada pilkada
Selasa, 14 Mei 2024 14:24 Wib
Bawaslu: Anggota legislatif terpilih harus mundur saat ditetapkan sebagai cakada
Selasa, 14 Mei 2024 14:21 Wib
Lemhanas: Ketahanan pangan daerah harus dijaga cegah kerawanan nasional
Senin, 13 Mei 2024 22:22 Wib
PPNI Lampung: Perawat harus lebih bermanfaat untuk masyarakat
Minggu, 12 Mei 2024 15:45 Wib
PSG harus cetak gol duluan jika ingin kendalikan Dortmund
Selasa, 7 Mei 2024 6:39 Wib
Gubernur sebut perpustakaan di Lampung harus sampai tingkat desa
Kamis, 2 Mei 2024 18:32 Wib
Penanganan kasus tambak Karimun Jawa harus kedepankan kearifan
Selasa, 30 April 2024 9:31 Wib
Sekda Lampung sebut visi dan misi calon kepala daerah harus mengacu RPJM
Senin, 29 April 2024 15:46 Wib